New Videos from Youtube

Download Buku SD Kurikulum 2013 Kelas 5

Setidaknya dengan Buku Pegangan Guru Kurikulum 2013 Kelas 5 SD ini, dapat memberikan kemudahan bagi guru untuk proses pembelajaran dan Penilaian kurikulum 2013 dan rencana pembelajaran bagi rekan-rekan Guru SD, tentunya tujuan kita bersama pada implementasi kurikulum ini semakin mengembangkan suasana belajar yang memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk  belajar. Guru mengembangkan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak tangga yang membawa peserta didik kepemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri. Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”.

Di dalam pembelajaran, peserta didik Mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan/atau akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni
1. sensori motor, 
2. pra-operasional, 
3. operasional konkrit
4. operasional formal
Download Buku SD Kurikulum 2013 Kelas 5

Secara umum jenjang pertama terjadi sebelum seseorang memasuki usia sekolah, jejang kedua dan ketiga dimulai ketika seseorang menjadi peserta didik di jenjang pendidikan dasar, sedangkan jenjang 
keempat dimulai sejak tahun kelima dan keenam sekolah dasar
.
Proses pembelajaran terjadi secara internal pada diri peserta didik.Pada tahapan Penilaian Kelas atau bentuk lainnya Proses tersebut mungkin saja terjadi akibat dari stimulus luar yang diberikan guru, teman, lingkungan. Proses tersebut mungkin pula terjadi akibat dari stimulus dalam diri peserta didik yang terutama disebabkan oleh rasa ingin tahu. Proses pembelajaran dapat pula terjadi sebagai gabungan dari stimulus luar dan dalam. Dalam proses pembelajaran, guru perlu mengembangkan kedua stimulus pada diri setiap peserta didik. Di dalam pembelajaran, peserta didik difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan potensi dirinya menjadi kompetensi. Guru menyediakan pengalaman belajar bagi peserta didik untuk melakukan  berbagai kegiatan yang memungkinkan mereka mengembangkan potensi yang dimiliki mereka menjadi kompetensi yang ditetapkan dalam dokumen kurikulum atau lebih. Pengalaman belajar tersebut semakin lama semakin meningkat menjadi kebiasaan belajar mandiri dan ajeg sebagai salah satu dasar untuk belajar sepanjang hayat Dalam suatu kegiatan belajar dapat terjadi pengembangan sikap, pengetahuan,dan keterampilan dalam kombinasi dan penekanan yang bervariasi.  Pada Penilaian yang bersifat Aplikasi Kurikulum 2013,  Setiap kegiatan belajar memiliki kombinasi dan penekanan yang berbeda dari kegiatan belajar lain tergantung dari sifat  muatan yang dipelajari. Meskipun demikian, pengetahuan selalu menjadi unsur penggerak untuk pengembangan kemampuan lain.
Berikut link download Buku BSE Kurikulum 2013 Kelas 5 SD.

Download Buku Pegangan Guru Kelas 5 SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 pada link di bawah ini

Tema 1 Benda-Benda di Lingkungan Sekitar disini
Tema 2 Peristiwa dalam Kehidupan disini
Tema 3 Kerukunan dalam bermasyarakat disini
Tema 4 Sehat Itu Penting disini
Tema 5 Bangga sebagai Bangsa Indonesia disini

Dan  Berikut Buku Pegangan Siswa nya:
1.BS Kelas V Tema 1 Klik disini
2.BS Kelas V Tema 2 Klik disini
3. Buku Kurikulum 2013 Kelas v Tema 3 klik disni
4. Buku Kurikulum 2013 Kelas v Tema 4 klik disini
5. Buku Kurikulum 2013 Kelas v Tema 5 Klik disini
Tak lupa Pihak kami Mengucapkan banyak Terima kasih pada:
Instruktur Kurikulum 2013 

Peran dan Fungsi Guru



    Peran dan Fungsi Guru Dalam dunia pendidikan, istilah guru bukanlah hal yang asing. Menurut pandangan lama, guru adalah sosok manusia yang patut digugu dan ditiru. Digugu dalam arti ucapannya dapat dipercayai . Ditiru berarti segala tingkah lakunya harus dapat menjadi contoh atau tauladan bagi masyarakat. Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia, guru diartikan sebagai seseorang yang pekerjaannya mengajar dan dimaknai sebagai tugas profesi. Untuk menjadi guru, seseorang harus memenuhi persyaratan profesi. Tidak semua orang bisa menjadi guru.Dalam pandangan Mohammad Uzer Usman (1992:4), guru merupakan profesi, jabatan dan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Menurutnya jenis pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan, meskipun kenyataannya masih didapati guru yang berasal dari luar bidang kependidikan.[1]Guru sebagai pendidik menurut jabatan menerima tanggung jawab mendidik anak dari tiga pihak, yaitu orang tua, masyarakat dan negara. Seyogiyanya kepada guru diharapkan mengembangkan sikap-sikap dan sifat yang normatif baik sebagaikelanjutan dari sikap orang tua pada umumnya. Caranya antara lain :[2]§  Kasih sayang§  Tanggung jawab kepada tugas mendidik§  Kesediaan berkorban            Sebagai pendidik, guru juga harus menguasai ilmu yang diajarkan dan terampil mengajar dan pribadinya patut diteladani. Langgulung (1988:85) menjelaskan perlu reorientasi terhadap guru-guru dan pendidik-pendidik sesuai dengan pendidikan Islam.[3]            Menurut pendapat lain, guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah pada saat itu juga menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.[4]            Apa yang dimaksud dengan guru yang efektif? Menurut Micheal Marland (1990:13-14), seorang guru dapat dikatakan efektif bila ia memilki sikap penuh perhatian dan pantang menyerah, penjelasannya mudah dipahami, serta mampu mengelola kelas dengan baik.            Clara R. Pudji Joyganti (1988:62) berpendapat bahwa guru efektif adalah guru yang meningkatkan seluruh kemampuan siswa ke arah yang lebih positif melalui pengajarannya. Oleh sebab itu, untuk menjadi guru yang efektif perlu waktu, usaha, dan kerja keras yang diiringi dengan tekad yang kuat dan semangat pembaruan. Tanpa itu semua kita tidak akan menjadi guru efektif.Menurut Clara R. Pudji Joyganti (1988), individu yang mempunyai konsep diri negatif akan menunjukkan tingkat kecemasan yang tinggi, perasa, menolak diri, merasa tidak berharga dan sulit berhubungan dengan orang lain. Sebaliknya, seorang guru yang berpandangan positif terhadap dirinya dan para siswanya, akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif pula. Ia tampil prima, penuh rasa percaya diri, menghargai siswa, dan bisa mengendalikan peserta didik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.Maka jelaslah sekarang, untuk menjadi guru yang efektif dibutuhkan konsep diri yang positif. Guru yang memiliki konsep diri positif mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif. Hal yang menjadi faktor pendukungnya antara lain :1)      Luwes dalam pembelajaran2)      Empati dan peka terhadap segala kebutuhan siswa3)      Mampu mengajar sesuai dengan selera siswa4)      Mau dan mampu memberikan peneguhan (reinforcement)5)      Mau dan mampu memberikan kemudahan, kehangatan, dan tidak kaku, dalam proses pembelajaran6)      Mampu menyesuaikan emosi, percaya diri, dan riang dalam proses pembelajaran.          Dengan demikian, konsep diri guru efektif merupakan modal ruhaniyah bagi seorang guru untuk menjadikan dirinya efektif dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih siswa. Oleh sebab itu, setiap guru hendaknya memahami dan menyadari hal ini.Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru dituntut sedah memiliki kemempuan dan kerelaan untuk memaklumi alam fikiran dan perasaan siswa. Guru harus bersedia pula menerima siswa apa adannya. Di sisi lain, guru harus mendekati siswa secara kritis karena siswa tidak bisa dibiarkan dalam keadaannya sekarang (W.S. Winkel, 1991 : 110).Dengan demikian, kepribadian seorang guru seolah-olah terbagi menjadi dua bagian. Di satu pihak menerima, di lain pihak menolak. Tuntutan kepribadian seperti itu harus disadari oleh guru. Seorang guru yang tidak bisa bisa memerankan pribadinya sebagai guru, ia akan berpihak kepada salah satu pribadinya saja. Ia hanya akan menjadi guru yang menerima atau menolak para siswa dalam segala kondisi dan keadaan.Dengan perkataan lain, seorang guru harus mampu berperan ganda. Peran guru ini dapat diwujudkan secara belainan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Pada waktu tertentu, guru berperan sebagai sosok yang menyayangi siswanya, diwaktu lain guru berperan sebagai pemberi hukuman, penasehat, penghalang, pendorong, konsultan, juga peran-peran lain sesuai dengan tuntutan keadaan siswa.Untuk mewujudkan pribadi yang luwes ini, setiap guru harus menyadari tugas dan posisinya sebagai pengajar, pendidik dan pelatih. Untuk melaksanakan ketiga tugas ini diperlukan kepribadian yang utuh dan unik tadi.Tugas dan Peran GuruTugas guru merupakan suatu proses memndidik, mengajar, dan melatih peserta didik. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup (afektif). Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif). Adapun melatih berarti mengembangkan keterampilan para siswa (psikomotorik).Untuk melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut, seorang guru dituntut mempunyai beberapa kemampuan sebagai berikut :1.      Berwawasan luas, menguasai bidang ilmunya, dan mampu mentransfer atau menerangkan kembali kepada siswa.2.      Mempunyai sikap dan tingkah laku (kepribadian) yang patut diteladani sesuai dengan nilai-nilai kehidupan (values) yang dianut masyarakat dan bangsa.3.      Memiliki keterampilan sesuia dengan bidang ilmu yang dimilikinya.Dalam melaksanakan tugasnya, guru memiliki beberapa peran, antara lain[5]:1)      Peran Guru sebagai DemonstratorSebagai demonstrator, guru adalah seorang pengajar dari bidang ilmu yang ia kuasai. Oleh karena itu, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang guru harus menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan. Ia harus senantiasa belajar meningkatkan penguasaannya terhadap ilmu sesuai dengan bidangnya.2)      Peran Guru sebagai Pengelola KelasSebagai pengelola kelas, seorang guru harus mampu menciptakan suasana atau kondisi belajar di kelas. Ia juga harus mamapu merangsang siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, terampil mengendalikan suasana kelas agat tetap hangat, aman, menarik dan kondusif.3)      Peran Guru sebagai Mediator dan FasilitatorSebagai mediator, seorang guru dituntut memilki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan sebagai alat komunikasi dalam proses pembelajaran. Dan terampil memilih, menggunakan, mengusahakan media pendidikan, serta mampu menjadi media (perantara) dalam hubungan antar siswa dalam proses belajar mengajar.Sebagai Fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar dan berguna serta dapat menunjang tercapainya tujuan dalam proses belajar-mengajar, baik yang berwujud narasumber, buku teks, majalah, surat kabar, maupun sumber belajar lainnya.4)      Peran Guru sebagai EvaluatorSebagai evaluator, seorang guru dituntut mampu melakukan proses evaluasi, baik untuk mengetahui keberhasilan dirinya dalam melaksanakan pembelajaran (feed back), maupun untuk menilai hasil belajar siswa.Untuk mewujudkan peran ini, seorang guru dituntut memiliki keterampilan sebagai berikut :a.       Mampu merumuskan alat tes yang valid dan reliable.b.      Mampu menggunakan alat tes dan non-tes yang tepat.c.       Mampu melaksanakan penilaian secara objektif, jujur dan adil.d.      Menindak lanjuti hasil evaluasi secara proporsional.Diantara sekian banyak peran guru dalam proses belajar-mengajar yang dianggap paling dominan adalah sebagai evaluator.Dalm bukunya : The Role of the Teacher, Eric Hoyle mengemukakan tentang peran guru sebagai berikut :[6]1)      Sebagai bapak (Teacher of Father). Ia tahu apa yang ia perbuat dan semua yang diperbuatnya demi kepentingan sang anak.2)      Sebagai kakek (Teacher as Grand Father). Seorang kakek itu baik hati, suka bercerita kepada cucu-cucunya.3)      Sebagai nenek (Teacher as Grand Mother). Sebagai tukang cerita.4)      Sebagai kakak tertua (Teacher as a Oldest Brother), selalu mengajak untuk bekerjasama.5)      Sebagai paman (as an Uncle), suka memberi informasi dan berbagai ide.6)      Sebagai ipar (as Causin), mengajar muridnya tidak menaruh perhatian terhadap mereka dan biasanya ia memikirkan hal-hal lain, seringkali memperhatikan tugas pokoknya sendiri.7)      Sebagai sersan mayor (as Sergion Major), pengawal pasukan dengan disiplin ketat dan menggunakan catatan dari berbagai buku, selalu mengadakan parade senja untuk menghormati pimpinan pasukan.8)      Sebagai Sigmund Freud, alat Bantu atau sarana untuk menyelesaikan konflik dan ketegangan.9)      Sebagai kelompok Psikoterapist (as Group Psikoterapist), menggunakan drama sebagai terapi.10)  Sebagai editor buku (Priten’s Reader), mengadakan koreksi terhadap tulisan sebuah buku sebelum dicetak.11)  Sebagai guru, yang menyampaikan pengetahuan.Sesungguhnya peranan guru itu tidak hanya terbatas oleh dinding-dinding kelas tempat ia mendidik siswanya. Ia punya tugas di dalam dan di luar kelas di sekolah serta di masyarakat.[7] Penelitian mengenai peranan guru, berupaya menemukan komponen-komponen penting pengajaran dan cara terbentuknya tingkah laku guru dalam sistem pendidikan yang telah dirancang adalah :[8]Pertama, tidaklah seperti halnya hukum, kedokteran, dan kebanyakan profesi lain, mengajar tidak memiliki bentuk ”mati”. Keahliannya bisa dijelmakan menjadi panduan kerja. Jadi, dalam mengajar banyak peluang improvisasi.Kedua, dibandingkan dengan profesi lain yang lebih tinggi, belajar beda pola penerimaan tenaga barunya, pendidikannya dan mobolitas karirnya. Karena merupakan profesi yang mudah penerimaannya.Ketiga, mengajar membentuk interaksi secara afektif dan terus menerus dan murid dan kelangsungan mengajar itu terisolir baik bagi guru maupun murid di kelas lainnya.Fenomena yang terjadi seputar pendidikan di negara modern, misalnya di India. Di India dan negara-negar miskin lainnyabanyak diantara ruang sekolah hanyalah sedikit lebih baik daripada gubuk. Anak-anak itu tampak kurang makan, waktu sekolah mereka tidak teratur, guru mereka tidak memiliki apapun kecuali pendidikan yang paling sederhana. Anak-anak itu diajar dengan jalan menghafal dan apa yang di ajarkan sebagian besar adalah pengetahuan keagamaan tradisional.[9]Fungsi Guru :1)      Guru sebagai PendidikSalah satu fungsi guru yang umum adalah sebagai pendidik. Dalam melaksanakan fungsi ini, guru dituntut menjadi inspirator dan menjaga disiplin kelas. Sebagai inspirator, guru memberikan semangat kepada para siswa tanpa memandang tingkat intelektual atau tingkat motivasi belajarnya. Buatlah semua siswa senang bergaul dengan guru, baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini tentu saja menuntut fleksibilitas yang tinggi.Sebagai korektor, ia harus berusaha membetulkan sikap dan tindakan siswa yang tidak sesuai dengan tuntutan kehidupan manusia. Hal ini berarti bahwa guru harus mampu memberikan peneguhan dan hukuman secara tepat.2)      Guru sebagai DidaktikusMenurut Benyamin Bloom sebagaimana dikutip W.S. Winkel (1991:115), kualitas pengajaran sangat bergantung pada cara penyajian materi yang harus dipelajari. Selain itu, bagaimana guru menggunakan peneguhan, mengaktifkan siswa supaya berpartisipasi dam merasa terllibat dalam proses belajar dan bagaimana cara guru memberikan informasi kepada siswa tentang keberhasilan mereka merupakan cara-cara yang biasa disampaikan. Semua hal tersebut menuntut keterampilan didaktik guru.Oleh sebab itu, dalam menjalankan tugasnya sebagai didsktikus, seorang guru dituntut memiliki keterampilan sebagai berikut :a.       Jelas dalam menerangkan dan memberikan tugas.b.      Bervariasi dalam menggunakan prosedur didaktik.c.       Cara bekerjanya sistematik.d.      Mampu menanggapi pertanyaan dan gagasan siswa secara positif.e.       Memberikan umpan balik yang informatif tentang kemajuan siswa.

[1] Sukadi, Guru Powerful, Guru Masa Depan, Jakarta, 2006, hal :8-9      [2] Prof. H. Anwar Saleh Daulay, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, hal : 171[3] Drs. Syarifuddin, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Hijri Pustaka Utama, 2006, hal : 24 [4] Disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema : “Menjadi Guru Profesional dalam Era Teknologi Informasi” di Medan, 25 April 2009[5] Op-Cit, Sukadi, hal :20-22[6] Drs. Piet A. Sahertian, dkk, Supervisi Pendidikan, Jakarta, Rieneka Cipta, 1992, hal : 34-35 [7] Drs. Sriyono, dkk, Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, Jakarta, Rineka Cipta, 1992, hal : 43.   [8] Drs. Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional, hal. 165-166[9] John Vaizey, Pendidikan di Dunia Modern, Jakarta, Gunung Agung, hal : 15

Azas - Azas Penelitian Tindakan Kelas

           Penelitian Tindakan Kelas merupakan jenis penelitian yang masih relatif baru dalam dunia penelitian. Karena masih relatif baru, maka di sini penulis mencoba menuliskan tentang azas-azas Penelitian Tindakan Kelas. Ada sejumlah ahli yang mengemukakan azas-azas atau prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas secara berbeda yang seharusnya diperhatikan dan dipegang teguh dalam Penelitian Tindakan Kelas.

Suharsimi Arikunto (2007) mengemukakan azas atau prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas, yaitu sebagai berikut:
1.      Azas Kegiatan Nyata Dalam Situasi Rutin 
Penelitian tindakan kelas hendaknya dilakukan tanpa mengubah situasi rutin sesuai dengan aslinya. Jika penelitian tindakan kelas dilakukan dalam situasi lain, maka hasilnya tidak dapat dijamin dapat diterapkan lagi dalam situasi aslinya. sebab hasil penelitian yang tidak diperoleh dari situasi rutin akan menjadi tidak wajar atau tidak alami. oleh karena itu penelitian tindakan kelas tidak perlu diadakan dalam waktu khusus, tidak perlu mengubah jadwal pembelajaran yang sudah ada, melainkan melebur dengan jadwal pembelajaran yang sudah ada sesuai dengan jadwal yang telah ada. kelebihan dari cara demikian ini adalah ketika guru melakukan penelitian tindakan kelas tidak menimbulkan kerepotan bagi kepala sekolah, wakil kepala sekolah bagian kurikulum, wali kelas dan juga siswanya sendiri karena tidak mengubah jadwal yang sudah ada.
berdasarkan azas ini maka penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh  guru harus yang terkait dengan profesi guru, yaitu yang terkait langsung dengan proses pembelajaran.
2.      Azas Kesadaran Diri untuk Memperbaiki Kinerja 
           Dasar filosofi dari penelitian tindakan kelas adalah bahwa manusia itu pada dasarnya tidak senang dengan sesuatu yang bersifat statis. sesuatu yang bersifat statis itu akan cenderung membosankan sehingga manusia cenderung menginginkan sesuatu yang lebih baik. Untuk mencapai sesuatu yang lebih baik ini tentunya perlu ada upaya kegiatan yang dilakukan secara berkelanjutan dan sifatnya terus meningkat. dalam konteks penelitian tindakan kelas hendaknya guru melakukan bukan karena adanya permintaan apalagi paksaan dari pihak lain, misalnya kepala sekolah, melainkan atas dasar  kesadaran yang timbul darti dalam diri sendiri.  Dengan kesadaran diri ini berarti guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas dilandasi oleh kesukarelaan, senang hati, pengharapan, dan kesungguhan untuk mewujudkan proses dan hasil pembelajaran yang lebih baik daripada yang selama ini dilakukan. Guru juga melakukan penelitian tindakan kelas karena memiliki kesadaran mendalam bahwa ada kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya, kinerjanya selama ini, dan didorong oleh keinginan yang kuat untuk memperbaikinya. 

3.      Azaz Analisis SWOT 
        SWOT merupakan singkatan dari “Strength (S), Weakness (W), Oppurtunity (O), Threat (T)”. Strength berarti kekuatan, Weakness berarti kelemahan, Oppurtunity berarti kesempatan atau peluang, dan Threat berarti ancaman. Dalam penelitian tindakan kelas, pihak yang dianalisis dengan menggunakan empat unsur SWOT harus meliputi guru  yang melaksanakan tindakan dan siswa yang dikenakan tindakan. analisis ini digunakan untuk menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas sesungguhnya dilakukan secara serius sejak awal perencanaan, selama pelaksanaan, dan menganalisis serta  pemaknaan terhadap hasil tindakan. Artinya dalam serangkaian penelitian tindakan kelas itu, kekuatan-kekuatan dan  kelemahan-kelemahan yang ada dari guru, siswa dan proses pembelajaran selama ini harus dianalisis secara cermat. Kesempatan/peluang serta ancaman merupakan analisis cermat terhadap factor-faktor yang diluar guru dan siswa. Artinya, guru dalam merancang suatu tindakan harus mempertimbangkan unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan dan sebaliknya juga harus mempertimbangkan kemungkinan ancaman atau bahaya yang dapat mengganggu proses penelitian. 

4.      Azas Empiris dan Sistematis 
            Proses pembelajaran yang sesungguhnya merupakan suatu sistem yang mengandung dan melibatkan banyak unsur. Unsur-unsur yang terlibat dan membentuk suatu sistem pembelajaran itu sebenarnya yang  dimaksud dengan empiri pembelajaran.  Empiri  itu artinya kondisi nyata pengalaman keseharian dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu penelitian tindakan kelas harus menemu-kenali, memahami, mencermati dan menganalisis empiri pembelajaran itu sebagai suatu sistem; tidak boleh terpisah-pisah ibarat serpihan-serpihan pembelajaran. Jadi, agar penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru dapat memperbaiki proses pembelajaran dan pada akhirnya memperoleh hasil pembelajaran secara berkualitas, harus memperhatikan semua unsur-unsur  yang saling terkait  dalam suatu proses pembelajaran. 

5.      Azas SMART dalam Perencanaan 
          SMART ini merupakan singkatan dari “Spesific (S), Managable (M), Acceptable dan Achievable (A), Realistic (R), Time –Bound (T). Berikut ini penjelasan masing-masing dalam kaitannya dengan penelitian tindakan kelas.
Specific, arti katanya adalah khusus, tidak terlalu umum. Ini mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas, dalam merencanakan tindakan bersifat khusus dan tidak terlalu luas. Dengan  cara demikian, guru dalam nelakukan penelitian tindakan kelas tidak terlalu repot, tidak terlalu kesulitan, siswapun bisa lebih terfokus, dan akhirnya dapat membawa pada peningkatan hasil belajar secara maksimal.
Managable,  arti katanya adalah mudah dikelola atau mudah  dilakukan. Ini mengandung makna bahwa guru sebagai penliti dalam merencanakan penelitian tindakan kelas harus memilih yang mudah  dilakukan, tidak menyulitkan diri sendiri, tidak berbelit-belit. Contohnya: tidak menyulitkan dalam melakukan tindakan, tidak menyulitkan dalam melaksanakan observasi  atau pengumpulan datanya, dan tidak kesulitan dalam mengoreksi atau menganalisis  hasilnya.
Acceptable, arti katanya dapat diterima oleh lingkungan, sedangkan Achievable arti katanya dapat dicapai atau dapat di jangkau. Hal  ini mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti dalam melakukan penelitian tindakan kelas dapat diterima oleh siswa sebagai subjek yang dikenai tindakan. Artinya siswa yang dikenai tindakan tidak mengeluh karena adanya tindakan kelas yang dilakukan  oleh guru serta tidak mengganggu lingkungan sekolah. Selain itu, tindakan yang dilakukan oleh guru dan diterima oleh siswa yang dikenai tindakan juga dapat di jangkau atau dicapai oleh guru itu sendiri maupun oleh siswa.
Realistic, arti katanya adalah sesuai dengan kemampuan atau tidak di luar jangkauan. Ini  mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas tidak terlalu muluk-muluk, tidak terlalu rumit, tidak menyimpang dari kenyataan yang ada disekolah, dan bermanfaat bagi peningkatan kualitas subjek yang dikenai tindakan. Artinya dengan melaksanakan tindakan yang tidak terlalu  rumit, tetapi dapat memperbaiki kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Time-Bound, arti katanya adalah terikat oleh waktu atau dibatasi oleh waktu. Ini mengandung makna bahwa guru sebagai peneliti dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas harus memiliki perencanaan waktu yang jelas. Batasan waktu ini sangat penting agar guru dapat merencanakan tindakan yang tepat dan hasil bagi peningkatan kualitas proses pembelajaran maupun  hasil belajar siswa bisa diperkirakan dengan jelas.
Sementara itu ahli lainnya yaitu Winter, R (1989) dalam bukunya yang berjudul “Learning From Experience: Principles and Practice in Action Research” menyatakan ada enam asas yang menuntut pelaksanaan penelitian tindakan : (1) kritik refleksif, (2) kritik dialektis, (3) sumber daya kolaboratif, (4) resiko, (5) struktur majemuk, dan (6) teori, praktek, transformasi.
1.       Kritik Refleksif
Refleksi merupakan proses berpikir yang memerlukan kemampuan untuk berpikir bolak-balik antara induksi deduksi. Dalam berpikir reflektif lebih menuntut kecerdasan dan kecakapan dalam menangkap makna dan esensi dari sesuatu. hasil kerja refleksi yang bermutu biasanya cenderung lebih dalam kebermaknaannya daripada kerja induksi atau deduksi. Oleh karena itu menurut Muhammad Asrori (2008) azas kritik reflektif dalam penelitian tindakan kelas adalah bahwa dalam melakukan penelitian tindakan kelas seorang guru harus mampu mencermati, merenungkan dam menganalisis secara cerdas terhadap tindakan yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga ditemukam aspek-aspek yang masih perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan kualitasnya pada tindakan berikutnya.
Pada dasarnya prosedur membuat kritik refleksif memiliki tiga langkah : (a) mengumpulkan catatan-catatan yang telah dibuat oleh peserta penelitian tindakan atau pihak berwenang, seperti catatan lapangan, transkrip wawancara, pernyataan tertulis darai peserta, atau dokumen resmi, (b) menjelaskan dasar refleksi catatan-catatan, sehingga (c) pernyataan dapat ditransformasi menjadi pernyataan sederet alternatif yang mungkin dapat disarankan, yang beberapa penafsiran tertentu tidak terpikir sebelumnya.
Peneliti hendaknya tidak langsung mempercayai sejumlah data yang diperoleh. Peneliti hendaknya berpikir: apakah data benar-benar cocok dengan fakta? Apakah generalitas itu benar dengan memperhatikan serentetan dugaan dan penilaian yang mendasari penafsiran. Hal ini memungkinkan dibuatnya sejumlah pernyataan alternatif yang relevan (gayut) dan penting. Kritik refleksif memungkinkan dikemukakannya sederet argumen dan diskusi. Hal ini berbeda dengan penelitian tradisional yang menyatakan data harus cocok dengan fakta-fakta dan data terpercaya.

2.      Azas Kritik Dialektis
Metode positivisme menyarankan kita untuk mengamati gejala secara menyeluruh dan membatasi secara pasti agar dapat mengidentifikasi sebab dan akibatnya. Pendekatan ini mengharuskan peneliti melakukan kritik terhadap gejala yang ditelitinya. Hal ini memerlukan pemeriksaan (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu kesatuan meskipun ada pemisahan yang jelas, (b) struktur kontradiksi internal –dibalik kesatuan yang jelas- yang memungkinkan adanya kecenderungan untuk berubah meskipun ia stabil.
Kritik dialektis dapat dilakukan dengan peneliti memusatkan pada salah satu atau tiga karakteristik dari perangkat gejala tersebut, yaitu : (a) terpisah tetapi dalam konteks hubungan yang perlu ada, (b) ika tetapi bhineka; peneliti peneliti perlu mencari keikaan diantara perbedaan yang tampak jelas dan kontradiksi yang tersembunyi dibalik keikaan yang tampak jelas, (c) cenderung berubah; peneliti menangkap isyarat bahwa sesuatu berubah di masa datang.

3.      Azas Sumber Daya Kolaboratif
Apa peran saya sebagai peneliti? Hubungan macam apa yang harus saya ciptakan dengan pimpinan sekolah, murid, teman sejawat yang tertarik, dan semua sumber data? Bagaimana saya berusaha agar obyektif? Pertanyaan tersebut merupakan cara kita untuk memahami asas ini.
Peneliti atau guru yang sedang melaksanakan penelitian harus menyadari bahwa guru atau peneliti merupakan bagian dari yang diteliti. Guru bukan hanya pengamat, tetapi terlibat langsung dalam proses situasi tersebut. Proses kerja sama kolaborasi antara anggota peneliti memungkinkan proses itu berlangsung. Kolaborasi dimaksudkan bahwa untuk melengkapi ketuntasan pemahaman terhadap situasi penelitian. Maka beberapa orang akan memberikan kelengkapan pemahaman yang lebih tuntas dibandingkan dengan pemahaman yang hanya dilakukan oleh satu orang. Seorang guru dapat memiliki pertimbangan dan pemahaman yang lebih baik. Jika ia memperoleh pandangan dan pertimbangan dari teman atau kepala sekolah.
Kolaborasi dapat dilakukan secara efektif, jika peneliti semenjak awal telah mengadakan berbagai kesepakatan dengan berbagai pihak yang dapat membantu dalam proses penelitiannya. Berbagai sudut pandang dari berbagai orang atau pengamat akan memberikan sudut pandang yang lebih komprehensif. Penggunaan kolaborasi bukan berarti memadukan semua sudut pandang untuk memperoleh kesepakatan melalui evaluasi. Ragam perbedaan sudut pandang dan persepsi akan memperkaya sumber daya dan melalui sumber daya itulah peneliti atau guru analisanya dapat bergerak bergeser keluar dari titik awal pribadi yang terhindarkan menuju gagasan yang secara antar pribadi telah dinegosiasikan. Dengan sudut pandang guru dapat dilengkapi termasuk sudut pandang siswa.
Dengan upaya kolaboratif, keobjektifan memiliki empat pengertian, yaitu : (a) proses kolaborasi berfungsi sebagai tantangan terhadap objektivitas seseorang, (b) proses kolaboratif melibatkan pemeriksaan hubungan antar data, (c) keluaran proses tersebut adalah sederet analisis yang didasari hubungan yang melekat dan diperlukan baik logis maupun empirik, (d) keluaran proses tersebut berupa usulan praktis yang didasari pemikiran objektif.

4.      Azas Resiko
Asas ini berarti bahwa pemrakarsa penelitian harus berani mengambil resiko melalui proses penelitiannya. Salah satu resikonya adalah melesetnya hipotesis, kemungkinan adanya tuntutan melakukan transformasi, adalah (a) penafsiran sementara peneliti tentang situasinya yang sekedar menjadi sumber daya bersama-sama dengan penafsiran anggota lainnya, (b) keputusan peneliti yang terkait dengan persoalan yang dihadapi, dengan demikian tentang apa yang gayut dan apa yang tidak, (c) antisipasi peneliti terhadap urutan kejadian yang akan dilalui oleh penlitinya.

5.      Azas Struktur Majemuk
Laporan secara konvensional adalah meringkas dan menyatukan, bersifat linear dan menyajikan kronologi peristiwa atau urutan sebab akibat, disajikan dengan suara tunggal penulisnya yang mengatur bukti mendukung kesimpulannya, sehingga laporannya tampak berwenang dan meyakinkan pembaca. Struktur kesatuan ini adalah format yang cocok untuk penelitian aliran positivis.
Berbeda dengan karakteristik laporan penelitian konvensional, laporan Penelitian Tindakan Kelas memiliki struktur majemuk. Hal ini berhubungan dengan sifat penelitian tindakan yang dialektis, reflektif, mempertanyakan dan kolaboratif. 
Struktur majemuk ini berhubungan dengan gagasan bahwa gejala yang diteliti harus mencakup unsur pokok agar menyeluruh. Misal; jika penelitian menyangkut murid, teman, interaksi pembelajaran. Jadi kajian situasi harus mengandung data yang berhubungan dengan semua itu, karena masing-masing hanya dapat ditafsirkan dalam konteks yang diciptakan oleh unsur-unsur lain. Laporan majemuk ini dapat memenuhi dapat memenuhi kebutuhan berbagai kelompok pembaca.

6.      Azas Teori, Praktek, Transformasi
Terpisahnya teori dan praktik dalam penelitian konvensioanl dijembatani oleh penelitian tindakan dengan meninggalkan konsepsi-konsepsi positivis tentang penelitian tindakan. Langkah pertama menekankan bahwa teori dan praktik bukan dua dunia yang berbeda, melainkan dua tahap yang berbeda yang saling bergantung dan mendukung proses perubahan.

Jangan lupa tinggalkan komentarnya ya….:-)

Sumber :

1.      Suharsimi, Arikunto (2007), Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bhumi Aksara
2.      Winter, R. (1989). Learning front experience: Principles and practice in action-researchNew York: Falmer.
3.      Mohommad Ashori (2008)Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : CV Wacana Prima

Program Semester (Promes) Kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 SD/MI



Program Semester (Promes) adalah penjabaran dari program tahunan (Prota) sehingga program semester tersebut tidak bisa disusun sebelum tersusun program tahunan. Program semester berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Pada umumnya program semester ini berisikan:
  • Identitas (satuan pendidikan, mata pelajaran, kelas/semester, tahun pelajaran).
  • Format isian (standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, jumlah jam pertemuan (JJP), dan bulan).
Berikut contoh program semester 1 dan 2 untuk Sekolah Dasar (SD) untuk semua kelas yang bisa didownload, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 SD. Serta ada program semester untuk guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), Bahasa Inggris, Seni budaya dan keterampilan (SBK) dan guru Penjaskes.

PROGRAM SEMESTER KELAS 1 SD/MI
Program Pembelajaran Dan Matrik Hubungan Kompetensi Kelas 1 Semester 1
Program Pembelajaran Dan Matrik Hubungan Kompetensi Kelas 1 Semester 2

PROGRAM SEMESTER KELAS 2 SD/MI
Program Pembelajaran Dan Matrik Hubungan Kompetensi Kelas 2 Semester 1
Program Pembelajaran Dan Matrik Hubungan Kompetensi Kelas 2 Semester 2

PROGRAM SEMESTER KELAS 3 SD/MI
Program Pembelajaran Dan Matrik Hubungan Kompetensi Kelas 3 Semester 1
Program Pembelajaran Dan Matrik Hubungan Kompetensi Kelas 3 Semester 2
PROGRAM SEMESTER KELAS 4 SD/MI
Program Semester (Promes) Kelas 4 Semester 1
Program Semester (Promes) Kelas 4 Semester 2
PROGRAM SEMESTER KELAS 5 SD/MI
Program Semester (Promes) Kelas 5 Semester 1
Program Semester (Promes) Kelas 5 Semester 2

 
 PROGRAM SEMESTER KELAS 6 SD/MI
Program Semester (Promes) Kelas 6 Semester 1
Program Semester (Promes) Kelas 6 Semester 2
PROGRAM SEMESTER BAHASA INGGRIS SD/MI
Program Semester (Promes) Bahasa Inggris Semester 1
Program Semester (Promes) Bahasa Inggris Semester 2
PROGRAM SEMESTER PAI SD
Program Semester (Promes) PAI Semester 1
Program Semester (Promes) PAI Semester 2
PROGRAM SEMESTER PENJASKES / PJOK
Program Semester (Promes) Penjas / PJOK Semester 1
Program Semester (Promes) Penjas / PJOK Semester 2


Read more: http://007indien.blogspot.com/2012/07/program-semester-promes-kelas-1-2-3-4-5.html#ixzz2zt5aQYEf

Model-model Penelitian Tindakan Kelas Menurut Para Ahli

        Bagaimana langkah-langkah yang harus ditempuh bila guru yang berperan sebagai peneliti mau melaksanakan PTK? Apakah ada aturan-aturan yang harus ditaati atau dilaksanakan saat penelitian? Rumitkah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sering kali muncul dalam pikiran guru, yang kadang-kadang membuat takut sebelum melangkah untuk merencanakan PTK.Untuk menghindari rasa takut tersebut di sini penulis akan mencoba menguraikan beberapa model PTK yang sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc Taggart, (3) Model Cohen dkk (4) Model John Elliot, (5) Model Dave Ebbut, dan (6) Model Hopkins. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat. 1.      Model Kurt LewinKurt Lewin menyatakan bahwa PTK terdiri atas beberapa siklus, setiap siklus terdiri atas empat langkah, yaitu: (1) perencanaan, (2) aksi atau tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Keempat langkah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:Berdasarkan langkah-langkah PTK seperti yang digambarkan di atas, selanjutnya dapat digambarkan lagi menjadi beberapa siklus, yang akhirnya menjadi kumpulan dari beberapa siklus.     2.      Model Kemmis dan Mc Taggart      Model PTK yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart adalah merupakan model pengembangan dari model Kurt Lewin. Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat komponen, keempat komponen tersebut, meliputi: (1) perencanaan, (2) aksi/tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Sesudah suatu siklus selesai di implementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri.Menurut Kemmis dan Mc Taggart (dalam Rafiuddin, 1996) penelitian tindakan dapat dipandang sebagai suatu siklus spiral dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan (observasi), dan refleksi yang selanjutnya mungkin diikuti dengan siklus spiral berikutnya. Dalam pelaksanaannya ada kemungkinan peneliti telah mempunyai seperangkat rencana tindakan (yang didasarkan pada pengalaman) sehingga dapat langsung memulai tahap tindakan. Ada juga peneliti yang telah memiliki seperangkat data, sehingga mereka memulai kegiatan pertamanya dengan kegiatan refleksi.      Akan tetapi pada umumnya para peneliti mulai dari fase refleksi awal untuk melakukan studi pendahuluan sebagai dasar dalam merumuskan masalah penelitian. Selanjutnya diikuti perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang dapat diuraikan sebagai berikut.1.      Refleksi awalRefleksi awal dimaksudkan sebagai kegiatan penjajagan yang dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi tentang situasi-situasi yang relevan dengan tema penelitian. Peneliti bersama timnya melakukan pengamatan pendahuluan untuk mengenali dan mengetahui situasi yang sebenarnya. Berdasarkan hasil refleksi awal dapat dilakukan pemfokusan masalah yang selanjutnya dirumuskan menjadi masalah penelitian. Berdasar rumusan masalah tersebut maka dapat ditetapkan tujuan penelitian. Sewaktu melaksanakan refleksi awal, paling tidak calon peneliti sudah menelaah teori-teori yang relevan dengan masalah-masalah yang akan diteliti. Oleh sebab itu setelah rumusan masalah selesai dilakukan, selanjutnya perlu dirumuskan kerangka konseptual dari penelitian.2.      Penyusunan perencanaanPenyusunan perencanaan didasarkan pada hasil penjajagan refleksi awal. Secara rinci perencanaan mencakup tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau mengubah perilaku dan sikap yang diinginkan sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan. Perlu disadari bahwa perencanaan ini bersifat fleksibel dalam arti dapat berubah sesuai dengan kondisi nyata yang ada.3.      Pelaksanaan tindakanPelaksanaan tindakan menyangkut apa yang dilakukan peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana tindakan. Jenis tindakan yang dilakukan dalam PTK hendaknya selalu didasarkan pada pertimbangan teoritik dan empiric agar hasil yang diperoleh berupa peningkatan kinerja dan hasil program yang optimal.4.      Observasi (pengamatan)Kegiatan observasi dalam PTK dapat disejajarkan dengan kegiatan pengumpulan data dalam penelitian formal. Dalam kegiatan ini peneliti mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa. Istilah observasi digunakan karena data yang dikumpulkan melalui teknik observasi.5.      RefleksiPada dasarnya kegiatan refleksi merupakan kegiatan analisis, sintesis, interpretasi terhadap semua informasi yang diperoleh saat kegiatan tindakan. Dalam kegiatan ini peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil-hasil atau dampak dari tindakan. Setiap informasi yang terkumpul perlu dipelajari kaitan yang satu dengan lainnya dan kaitannya dengan teori atau hasil penelitian yang telah ada dan relevan. Melalui refleksi yang mendalam dapat ditarik kesimpulan yang mantap dan tajam.Refleksi merupakan bagian yang sangat penting dari PTK yaitu untuk memahami terhadap proses dan hasil yang terjadi, yaitu berupa perubahan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Pada hakekatnya model Kemmis dan Taggart berupa perangkat-perangkat atau untaian dengan setiap perangkat terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang dipandang sebagai suatu siklus. Banyaknya siklus dalam PTK tergantung dari permasalahan-permasalahan yang perlu dipecahkan, yang pada umumnya lebih dari satu siklus. PTK yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh para guru di sekolah pada umumnya berdasar pada model (2) ini yaitu merupakan siklus-siklus yang berulang. Secara mudah PTK yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart dapat digambarkan dengan diagram alur berikut ini. 3.      Model Cohen dkk.Saat melaksanakan PTK, peneliti harus mengikuti langkah-langkah tertentu agar proses yang ditempuh tepat, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Model Cohen dikembangkan oleh beberapa ahli penelitian yaitu (1) Cohen dan Manion (1980), Taba dan Noel (1982), serta Winter (1989). Berikut ini beberapa langkah yang hendaknya diikuti dalam melakukan PTK (disarikan dari Marzuki: 1997 dalam Sukayat: 2008). Beberapa langkah tersebut adalah sebagai berikut.
  1.  Mengidentifikasi dan merumuskan masalah Mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dianggap  penting dan kritis yang harus segera dicarikan penyelesaian dalam pembelajaran seharihari, antara lain meliputi ruang lingkup masalah, identifikasi masalah dan perumusan masalah.
 a.      Ruang lingkup masalahDi bidang pendidikan, PTK telah digunakan untuk pengembangan kurikulum dan program perbaikan sekolah. Contoh PTK dalam pembelajaran berkaitan dengan:1)      metode/strategi pembelajaran;2)      media pembelajaran.b.      Identifikasi masalahMasalah yang akan diteliti memang ada dan sering muncul selama proses pembelajaran sehari-hari sehingga perlu dicarikan penyelesaian. Ada beberapa kriteria dalam menentukan masalah yaitu:1)   masalahnya memang penting dan sekaligus signifikan dilihat dari segi pengembangan kelas dan sekolah;2)      masalah hendaknya dalam jangkauan penanganan;3)  pernyataan masalahnya harus mengungkap beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasar hal-hal fundamental ini dari pada berdasarkan fenomena dangkal.c.       Perumusan Masalahd.   Pada intinya, rumusan masalah seharusnya mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan. Dalam merumuskan masalah PTK, ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai acuan yang disarikan dari Suyanto (1997) Beberapa petunjuk tersebut antara lain:1)    masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, dalam arti tidak mempunyai makna ganda dan pada umumnya dapat dituangkan dalam kalimat tanya;2) rumusan masalah hendaknya menunjukkan jenis tindakan yang akan dilakukan dan hubungannya dengan variabel lain;3)    rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empirik, artinya dengan rumusan masalah itu memungkinkan dikumpulkannya data untuk menjawab pertanyaan tersebut.2.    Analisis masalahAnalisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui dimensi-dimensi problem yang ada untuk mengidentifikasi aspek-aspek pentingnya sehingga dapat memberikan penekanan tindakan.3.      Merumuskan hipotesis tindakanHipotesis dalam PTK bukan hipotesis perbedaan atau hubungan, melainkan hipotesis tindakan. Rumusan hipotesis tindakan memuat jawaban sementara terhadap persoalan yang diajukan dalam PTK. Jawaban itu masih bersifat teoritik dan dianggap benar sebelum terbukti salah melalui pembuktian dengan menggunakan data dari PTK.4.      Membuat rencana tindakan dan pemantauanRencana tindakan memuat informasi-informasi tentang hal-hal sebagai berikut:1) apa yang diperlukan untuk menentukan kemungkinan pemecahan masalah yang telah dirumuskan;2)     alat-alat dan teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan data;3)      rencana pencatatan data dan pengolahannya;4)      rencana untuk melaksanakan tindakan dan evaluasi hasil.5.      Pelaksanaan tindakan dan pencatatanPelaksanaan tindakan yang telah direncanakan hendaknya cukup fleksibel untuk mencapai perbaikan yang diinginkan. Dalam hal ini jika sesuatu terjadi dan memerlukan perubahan karena tuntutan situasi (pada saat pelaksanaan tindakan), maka peneliti hendaknya siap melakukan perubahan asal perubahan tersebut mendukung tercapainya tujuan PTK. Pada saat pelaksanaan tindakan berarti pengumpulan data mulai dilakukan. Data yang dikumpulkan mencakup semua yang dilakukan oleh tim peneliti yang terkait dalam PTK, antara lain melalui angket, catatan lapangan, wawancara, rekaman video, foto, dan slide.6.      Mengolah dan menafsirkan dataIsi semua catatan hendaknya dilihat dan dijadikan landasan untuk refleksi. Dalam hal ini peneliti harus membandingkan isi catatan yang dilakukan tim untuk menentukan hasil temuan. Semua yang terjadi baik yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan perlu dianalisis untuk menentukan apakah ada perubahan yang signifikan ke arah perbaikan.7.      Pelaporan hasil Hasil dari analisis data dilaporkan secara lengkap tentang pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan maupun perubahan yang mungkin terjadi. 4.      Model John ElliotModel PTK dari John Elliot ini lebih rinci jika dibandingkan dengan model Kurt Lewin dan model Kemmis-Mc Taggart. Dikatakan demikian, karena di dalam setiap siklus terdiri dari beberapa aksi, yaitu antara tiga sampai lima aksi (tindakan). Sementara itu, setiap tindakan kemungkinan terdiri dari beberapa langkah yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. PTK model Elliot dapat digambarkan sebagai berikut: 5.      Model Dave EbbuttPTK model Dave Ebbutt secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:  6.      Desain PTK Model HopkinsDesain ini berpijak pada desain model PTK pendahulunya. Selanjutnya Hopkins (1993: 191) menyususn desain tersendiri sebagai berikut: mengambil start – audit – perencanaan konstruk – perencanaan tindakan (target, tugas, kriteria keberhasilan) – implementasi dan evaluasi: implementasi (menopang komitmen: cek kemajuan; mengatasi problem) –cek hasil – pengambilan stok – audit dan pelaporan.  Ditunggu komentar dari teman-teman pengunjung blog 007indien.Komentar teman-teman sangat diharapkan untuk perbaikan tulisan saya yang akan datang!!!
Sumber: Sukayati.( 2008) Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika,Rofi’udin, A. H. 1996. Rancangan Penelitian Tindakan. Makalah Disampaikan pada Lokakarya Tingkat Lanjut Penelitian Kualitatif Angkatan V tahun 1996/1997. Malang: lembaga Penelitian IKIP Malang.Suyanto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Dirjen Dikti.

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Guruku Miisjtg - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger